Sabtu, 26 Oktober 2013

Umat Islam dan Industrialisasi di Indonesia: sebuah tantangan modernisasi

Sayyid Ja'far Sodiq

Industrialisasi di pelabagai negara di dunia–tidak terkecuali di Indonesia-merupakan sebuah transformasi  sosial-ekonomi yang tidak terelakkan. Ia merupakan sebuah proses perubahan di mana masyarakat negara dunia menerimanya dalam keadaan berbeda, mulai dari proses, kecepatan sampai pada konskwensi-konskwensinya di negara-negara itu. Indonesia dalam kaitannya dengan industrialisasi tentu memiliki modelnya sendiri.

Indonesia memiliki  jalan yang beragam. Kuntowijoyo, memaparkan hasil bacaannya atas buku Social Origins of Dictatorship and Democracy yang ditulis oleh Barington Moore, menyebutkan bahwa terdapat banyak jalan menuju industrialisasi, yaitu: revolusi borjuis, fasisme, komunisme dll.

Industrialisasi merupakan bagian dari modernisasi. Ia tidak dapat lepas darinya. Tapi keduanya dapat dibedakan. Industrialisasi dan modernisasi bisa berjalan bersamaan atau berjalan sendiri-sendiri. Saluran telpon beserta alat komunikasi lain dapat masuk ke desa terpencil meski tidak ada usaha-usaha industri di sana.

Lalu bagaimana industrialisasi bisa terwujud? Jawabannya adalah bahwa  proses itu dapat terwujud bila metode ilmu pengetahuan dan teknologi diterapkan di masyarakat. Namun yang perlu diingat adalah bahwa terdapat unsur yang melekat dan tidak dapat ditinggalkan dalam dunia industri yaitu usaha yang diprakarsai oleh banyak orang yang menerapkan metode ilmu pengetahuan atau semangat ilmu pengetahuan.

Industri sudah barang tentu dapat mempengarui masyarakat. Oleh karenanya, terdapat gejala-gejala penting dalam masyarakat industri. Dalam hal ini, Kuntiwijoyo mengungkapkan sejumlah gejala-gejala sesuai yang diungkapkan oleh Raymon Aron. Gejala-gejala tersebut adalah: memanjangnya usia rata-rata, kenaikan yang terus menerus dalam output nasional, rasionalisasi sosial–yang akan menjadi fokus pembahasan dalam makalah ini-dan lain-lain.

Industri mempunyai andil cukup besar dalam perubahan sebuah masyarakat yang menerimanya. Ia tidak hanya membuat manusia bak mesin yang terorganisir rapih, tetapi di sisi lain dapat membuat jarak antara mereka dengan tradisi mereka sendiri akibat peran tradisi yang tergantikan oleh hubungan-hubungan yang sifatnya rasional, legal dan bersifat kontraktual.

Moralitas baru yang dimiliki masyarakat industri lebih menekankan pada rasionalisme ekonomi, hasil perorangan, dan kesamaan yang merupakan ciri masyarakat industrial. Berbeda dengan masyarakat dalam dunia pertanian, masyarakat agraris mengalami pembagian status yang jelas, yaitu antara pemilik lahan dengan sang penggarap lahan itu. Dan perubahan kesadaran masyarakat maupun perorangan merupakan syarat memasuki model masyarakat seperti masyarakat industri atau yang lain.

Agama yang mempunyai nilai-nilai agungnya sendiri melakukan upaya penaklukan industrialisasi dan modernisasi yang dianggapnya sebagai momok yang mengancam nilai-nilai itu. Sebut saja seperti sosialisme gospel, yaitu sebuah gerakan sosialisme Kristen yang sudah lama berdiri sebagai jawaban menghadapi tantangan modernisasi. Begitu pula Islam  yang mendirikan gerakan yang tidak jauh berbeda tetapi tentu dengan nilai luhurnya masing-masing.

Perlu ditegaskan bahwa pemakalah dalam tulisan ini memfokuskan pada tantangan industrialisasi dalam konteks masyarakat pertiwi. Dimulai dari pembangungan industri agraria yang sudah dibangun ketika pemerintah kolonial mengirim tanaman ekspor dan komersial ke Indonesia.

Pada zaman kolonial, masyarakat pribumi tidak mempunyai peluang besar dalam mengembangkan usaha mereka. Hal ini ditengarahi oleh minimnya permodalan dan nihilnya organisasi besar yang diperlukan. Ditambah lagi peranan terbesar dalam transformasi ekonomi ada pada pemerintah kolonial dan swasta asing. Pun demikian di saat Indonesia merdeka, tidak ada perubahan berarti kecuali adanya nasionalisi terhadap usaha-usaha asing.

Kemerdekaan menempatkan pemerintah dan swasta nonpri memegang peranan besar dalam industrialisasi. Meski demikian bukan tanpa hambatan-hambatan. Apa yang Kuntowijoyo sebut sebagai buruh kiri dan tani kiri merupakan tantangan bagi uasaha pemerintah dalam bidang industri maupun perkebunan.

Aliansi antara pemerintah dan swasta menjadikan swasta mendapatkan perlindungan yang cukup untung membendung usaha kesamaan oleh para  tenaga kerja. Di sisi lain pemerintah dengan aliansi itu mendapatkan keuntungan berupa modal sebagai penggerak politik. Pasca kemerdekaan tahun 1965 muncul kelompok baru, yaitu kelompok militer yang juga beraliansi dengan pemerintah serta swasta. Hal ini tentu saja semakin memperjelas adanya ketidakberpihakan terhadap warga sipil dan pada akhirnya politik ekonomi akan menggantikan budaya politik dalam percaturan politik di Indonesia.

Konflik industrialisasi dan umat Islam

Di negara-negara yang masyarakat industrinya maju ada kecenderungan persamaan sosial dan ketidaksamaannya menurun. Hal ini belum berlaku di negara Indonesia, hanya berlaku bagi negara maju semisal Jepang dll.

Model perkembangan industrialisasi dan politik luar negri tidak menjamin adanya hasil yang sama dalam hal pembagian pendapatan yang di alami di negara lain yang kemudian menciptakaan adanya kesamaan. Indonesia menurut Kuntowijoyo harus memakai pola “revolusi dari atas” guna mencapai keadilan sosial ekonomi meski tanpa menunggu proses demokrasi yang utuh sebagaimana negara maju. Dalam hal ini kekuatan politik pemerintah dan the ruling elite sendiri yang menentukan.

Sementara umat Islam masih sebagai sebuah–seperti yang dikutip oleh Kuntowijoyo-strategic group. Mereka masih menamakan dirinya sebagai non-class group dan berdiri di atas kepentingan kelas-kelas sosial.

Kuntowijoyo membuat gambaran hubungan antara umat,kekuatan sosial politik,kelas sosial dan pemerintah dalam upaya perubahan sosial tanpa menimbulkan disintegrasi sosial dan sistem di bawah ini:



Sebagai pengendali tentu saja harus mempunyai kecermatan untuk mengawasi pelaku ekonomi dan politik dalam masyarakat mulai dari tingkat daerah pusat sampai desa. Dan umat Islam dalam kemampuannya memerankan pengendalian itu seyogyanya mendapat perhatian besar dari berbagai pihak.

Hanya tuhanmu yang tahu terhadap kebenaran!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar