Rabu, 21 Mei 2014

Taqlid Al-Wizarah (Lembaga Kementerian menurut Al-Mawardiy)



Taqlid Al-Wizarah
(Lembaga Kementerian menurut Al-Mawardiy)
Oleh; Rifqiy Fawaid
 
Model atau bentuk pemerintahan yang ada saat ini memanglah berbeda dengan pemerintahan zaman dulu. Pemerintahan sekarang ini sudah terjadi perkembangan yang signifikan. Meskipun dalam perkembangannya ia tidak lepas dari model pemerintahan zaman dulu. Pada pemerintahan dulu juga ada presiden yang biasa disebut imam atau khalifah, ada wazir, dll. Dalam kesempatan kali ini penulis akan membahas apa yang dimaksud wazir. Apakah ia seorang menteri, gubernur, penasehat atau yang lain?

Secara bahasa, wazir adalah isim fa’il yang merupakan turunan dari kata wa-za-ra yang artinya seorang yang membentangkan bajunya untuk diisi dengan barang-barang kemudian dipikul.  Oleh karena itu, disebut wazir karena ia rela dan mau memikul atau menanggung beban orang lain. Sebenarnya, Konsep Wizarah juga terdapat dalam Al-Qur’an, sebagaimana disebutkan, bahwa Nabi Musa mempunyai wazir bernama Harun yang membantu menangani urusan-urusannya. Jika dalam kenabian boleh, maka kaitannya dengan Imamah juga boleh. Menurutnya ada dua macam wizarah (kementerian) yakni :

“dan Jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku”
(QS. Thaha : 108).

Wizarah (Kementrian)

Dalam karyannya, Al-Mawardiy menyebutkan ada dua macam kementrian. Pertama, Wizarah Tafwidh, dan Wizarah Tanfidz.

1  Wizarah Tafwidh (Kementerian Delegatori), yaitu menteri yang diangkat oleh kepala negara (khalifah) untuk diserahi tugas atau wewenang yang dibebankan kepadanya, mengatur kebijakan dan keputusan-keputusan (negara dan pemerintahan) sesuai ijtihadnya. (lihat Al-Mawardiy:30). Akan tetapi, peran wazir disini (baca:menteri) tidak hanya sebatas itu. Wazir juga bisa dan berhak mengatasi kasus-kasus kriminal baik secara langsung atau diwakilkan, memimpin perang, dll. Dengan kata lain, kewenangan kepala negara juga kewenangan wazir, kecuali tiga hal :
1)- wilayatul ‘ahdi (penentuan putra mahkota ), kepala bisa menentukan sementara wazir tidak bisa.
2)- Kepala negara bisa mengundurkan diri dari jabatannya sementara wazir tidak.
3)- Kepala negara bisa memakzulkan (mencopot jabatan) seseorang yang dipilih wazir sementara wazir tidak. (Al-mawardiy:33).
Adapun syarat untuk menjadi wazir tanfidz adalah sama dengan syarat menjadi kepala negara (khalifah). Hanya saja, nasab tidak termasuk di dalamnya, dengan tambahan ia harus bisa mengurus pajak dan peperangan. 

2-     Wizarah Tanfidz (Kementerian Eksekutif), yaitu kementerian yang diangkat oleh kepala negara untuk melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya. Hanya saja, kementerian disini tidak punya wewenang untuk mengambil tindakan sendiri tanpa sepengetahuan kepala negara. Oleh karena itu, kementerian ini lebih lemah daripada kementerian delegatori, karena ia harus menjalankan perintah sesuai dari kepala negara. Kementerian ini menjadi “penyambung lidah” kepala negara dengan rakyatnya. Selain itu, kementerian ini juga berhak memberi usulan kepada kepala negara.

Menurut Al-mawardiy, jika kepala negara mengajak untuk musyawarah dalam urusan negara dan pemerintahan dengan kementerian, maka ia juga bisa disebut dengan duta besar, duta diplomatik. Namun,  jika kepala negara tidak mengajaknya, maka ia disebut kementerian eksekutif.

Adapun syarat seorang wazir antara lain; amanah (dapat dipercaya), jujur, tidak rakus hingga bisa dengan mudah menerima suap, tidak pernah bermusuhan dengan orang lain, laki-laki, pandai dan cerdas, bukan termasuk orang yang suka berkelana dengan nafsunya.

Setelah Al-Mawaradiy menyebutkan dua macam wizarah dengan segala syarat yang harus dipenuhi oleh calon wazir, ia menyebutkan perbedaan antara keduanya. Pertama, bahwa wizarah tafwidh bisa menentukan hukum sendiri dan dan boleh menangani kasus-kasus kriminal, sementara wizarah tanfidz tidak punya wewenang. Kedua, wizarah tafwidh bisa langsung menunjuk pemimpin di daerah, sementara wizarah tanfidz  tidak bisa melakukannya tanpa perintah kepala negara. Ketiga, wizarah tafwidh bisa langsung memimpin perang tanpa perintah kepala negara, sementara wizarah tanfidz tidak. Keempat, wizarah tafwidh bisa menggunakan harta kekayaan negara yang tersimpan baitul mal, sementara wizarah tanfidz tidak.

Selain perbedaaan syarat yang harus dipenuhi calon untuk kedua kementerian tersebut, ada pula perbedaan lain, yaitu : seorang wazir tafwidh harus seorang yang merdeka (bukan budak), muslim, paham hukum islam, serta bisa mengurus pajak dan paham strategi dalam peperangan, sementara wazir tanfidz tidak harus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar