Taqlid Al-Wizarah
(Lembaga Kementerian menurut Al-Mawardiy)
Oleh; Rifqiy Fawaid
Model atau bentuk pemerintahan yang ada saat ini memanglah berbeda
dengan pemerintahan zaman dulu. Pemerintahan sekarang ini sudah terjadi
perkembangan yang signifikan. Meskipun dalam perkembangannya ia tidak lepas
dari model pemerintahan zaman dulu. Pada pemerintahan dulu juga ada presiden
yang biasa disebut imam atau khalifah, ada wazir, dll. Dalam kesempatan kali ini penulis akan membahas apa yang
dimaksud wazir. Apakah ia seorang menteri, gubernur, penasehat atau yang lain?
Secara bahasa, wazir adalah isim fa’il yang merupakan turunan dari kata
wa-za-ra yang artinya seorang yang membentangkan bajunya untuk diisi dengan
barang-barang kemudian dipikul. Oleh karena itu, disebut wazir
karena ia rela dan mau memikul atau menanggung beban orang lain. Sebenarnya,
Konsep Wizarah juga terdapat dalam Al-Qur’an, sebagaimana disebutkan, bahwa
Nabi Musa mempunyai wazir bernama Harun yang membantu menangani
urusan-urusannya. Jika dalam kenabian boleh, maka kaitannya dengan Imamah juga
boleh. Menurutnya ada dua macam wizarah (kementerian) yakni :
“dan
Jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku”
(QS. Thaha :
108).
Wizarah (Kementrian)
Dalam karyannya, Al-Mawardiy menyebutkan ada dua macam kementrian.
Pertama, Wizarah Tafwidh, dan Wizarah
Tanfidz.
1 Wizarah Tafwidh
(Kementerian Delegatori), yaitu menteri yang diangkat oleh kepala
negara (khalifah) untuk diserahi tugas atau wewenang yang dibebankan kepadanya,
mengatur kebijakan dan keputusan-keputusan (negara dan pemerintahan) sesuai
ijtihadnya. (lihat Al-Mawardiy:30). Akan tetapi, peran wazir disini
(baca:menteri) tidak hanya sebatas itu. Wazir juga bisa
dan berhak mengatasi kasus-kasus kriminal baik secara langsung atau diwakilkan,
memimpin perang, dll. Dengan kata lain, kewenangan kepala negara juga
kewenangan wazir, kecuali tiga hal :
1)- wilayatul ‘ahdi (penentuan putra
mahkota ), kepala bisa menentukan sementara wazir tidak bisa.
2)- Kepala negara
bisa mengundurkan diri dari jabatannya sementara wazir tidak.
3)- Kepala negara
bisa memakzulkan (mencopot jabatan) seseorang yang dipilih wazir sementara
wazir tidak. (Al-mawardiy:33).
Adapun syarat
untuk menjadi wazir tanfidz adalah sama dengan syarat menjadi kepala negara
(khalifah). Hanya saja, nasab tidak termasuk di dalamnya, dengan tambahan ia
harus bisa mengurus pajak dan peperangan.
2-
Wizarah
Tanfidz (Kementerian Eksekutif), yaitu kementerian yang
diangkat oleh kepala negara untuk melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya.
Hanya saja, kementerian disini tidak punya wewenang untuk mengambil tindakan
sendiri tanpa sepengetahuan kepala negara. Oleh karena itu, kementerian ini lebih
lemah daripada kementerian delegatori, karena ia harus menjalankan perintah
sesuai dari kepala negara. Kementerian ini menjadi “penyambung lidah” kepala
negara dengan rakyatnya. Selain itu, kementerian ini juga berhak memberi usulan
kepada kepala negara.
Menurut Al-mawardiy, jika kepala negara mengajak untuk musyawarah dalam
urusan negara dan pemerintahan dengan kementerian, maka ia juga bisa disebut
dengan duta besar, duta diplomatik. Namun,
jika kepala negara tidak mengajaknya, maka ia disebut kementerian
eksekutif.
Adapun syarat seorang wazir antara lain; amanah (dapat dipercaya),
jujur, tidak rakus hingga bisa dengan mudah menerima suap, tidak pernah
bermusuhan dengan orang lain, laki-laki, pandai dan cerdas, bukan termasuk
orang yang suka berkelana dengan nafsunya.
Setelah Al-Mawaradiy menyebutkan dua macam wizarah dengan segala syarat yang harus dipenuhi oleh calon wazir, ia
menyebutkan perbedaan antara keduanya. Pertama, bahwa wizarah tafwidh bisa menentukan hukum sendiri dan dan boleh menangani
kasus-kasus kriminal, sementara wizarah tanfidz tidak punya wewenang. Kedua, wizarah tafwidh bisa langsung menunjuk
pemimpin di daerah, sementara wizarah tanfidz
tidak bisa melakukannya tanpa perintah kepala negara. Ketiga, wizarah tafwidh bisa langsung memimpin
perang tanpa perintah kepala negara, sementara wizarah tanfidz tidak. Keempat, wizarah tafwidh bisa menggunakan harta
kekayaan negara yang tersimpan baitul mal, sementara wizarah tanfidz tidak.
Selain perbedaaan syarat yang harus dipenuhi calon untuk kedua
kementerian tersebut, ada pula perbedaan lain, yaitu : seorang wazir tafwidh
harus seorang yang merdeka (bukan budak), muslim, paham hukum islam, serta bisa
mengurus pajak dan paham strategi dalam peperangan, sementara wazir tanfidz
tidak harus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar