Paradigma Islam tentang Transformasi Sosial*
Oleh: Sayyid JS
Oleh: Sayyid JS
Sebagai umat muslim yang meyakini kebenaran ajaranya tentu tidak hanya
dituntut untuk sekedar menjalani titah tuhan,Islam sebagai sebuah ideologi sosial
memiliki kepentingan-kepentingan besar yang diantaranya adalah bagaimana
mengubah masyarakat sesuai dengan cita-cita dan visinya.
Dalam hubungannya dengan tranformasi sosial,semua ideologi atau filasafat
sosial memiliki pertanya pokok yang sama yaitu bagaimana mengubah masyarakat
dari tatanann yang sekarang menuju tatanan yang ideal sesuai dengan ideologinya
masing-masing.Teori-teori sosial yang muncul karena pertanyaan diatas memberikan
gambaran empiris kondisi masyarakat saat ini dan sekaligus tawaran perubahannya.Begitulah Kuntowijioyo[1]
mengasumsikan semua ideologi yang memliki target tranfomatif, kecuali teori sosial
yang hanya berkepentingan untuk eksplanasi-ekspalanasi antropologis.
Sekedar diingat kembali bahwa upaya transformasi sosial dalam islam
merupakan perwujudan perintah dari yang abdi,bagaimana amar makruf yang
kuntowijoyo terjemahkan sebagai humanisasi dan emansipasi serta nahi mungkar sebagai
liberasi bisa mampu terlakasana dengan baik, dan karena kedua sisi (amar makruf
nahi mungkar) tidak dapat dipisahkan dalam kerangka keimanan maka keduanya haruslah
dapat berjalan beriringan. Oleh karenanya dalam setiap masyarakat apapun,dan
dalam tahap historis apapun,cita-cita untuk humanisasi,emansipasi dan liberasi
dan transendensi selalu akan menggerakkan transformasi Islam.
Kuntowijoyo dalam tema ini menyertakan beberapa pemikir penting beserta teori sosial dari masing-masing madzhab sebagai studi komparatif,dan untuk selanjutnya melihat persamaan yang ada pada salah satu madzhab berikut perbedaannya dengan teori sosial transformatif perspektif islam.pemikir-pemikir yang dimaksud adalah karl Marx,Marx Weber dan Durkheim.
Paradigma Barat Mengenai teori-Teori Perubahan Sosial
Paradigma barat melihat perubahan sosial sebagai proses kausal terjadinya perubahan pada struktur budaya,struktur teknik,dan struktur sosial. Dari masing-masing struktur ini para pemikir diatas mempunyai pandangannya sendiri tentang mana yang lebih utama dari ketiga struktur tadi yang paling berpengaruh dalam perubahan sosial.
Dua teori besar Marxian-matrealisme historis dan determinisme ekonomi-secara jelas menganggap bahwa struktur sosiallah yang paling utama serta yang menentukan corak struktur teknik dan struktur budaya.Dalam masyarakat agraris kita mengenal adanya kelas feodal selaku tuan tanah dengan petani sebagai kelas penggarap tanah yang tereksploitasi.Sementara dalam masyarakat industri kita mengenal adanya kelas kapitalis sebagai pemilik alat produksi dengan kelas buruh sebagai pekerja. Dan dari sini kita hanya mendapati dua klasifikasi kelas;kelas borjuis dan ploretar.
Dari stratifikasi sosial yang membentuk struktur sosial inilah yang memunculkan struktur teknik dalam bentuk organisasi-organisasi sosial dan selanjutnya mempengaruhi terbentuknya simbol-simbol budaya.Sementara dalam paradigma weberian melihat bahwa perubahan pada struktur tekniklah yang mempengaruhi perubahan sosial.Paradigma weberian melihat kaum elit yang mendominasi struktur teknik sebagai agen perubahan budaya,yang selanjutnya mempengaruhi terhadap struktur sosial.
Sementara itu,Durkheim menganggap perubahan dalam struktur budaya mempengaruhi perubahan struktur sosial,perubahan budaya yang dimaksud adalah perubahan pada nilai-nilai sosial atau dalam bentuk sentiment-sentimen kolektif.Oleh karena struktur sosial merupakan matriks dari institusi-institusi sosial yang didalamnya termasuk lembaga-lembaga kepemimpinan dalam masyarakat.Dari sini dapat dikatakan bahwa perubahan struktur teknik dipengaruhi oleh perubahan struktur budaya.
Dari pandangan masing-masing paradigma berikut perbedaan-perbedaan ekspilit,tampaknya-seperti yang kutowijoyo ungkap-perspektif Islam lebih dekat dengan paradigma Durkheim ketimbang yang lain.Kesadaran normatif yang mucul sebagai kausal dari ajaranya yang normatif tentu masih mempunyai signifikansi yang besar dalam melihat dan memelihara basis teologis umat.Namun dalam bahasan ini dia menekankan agar teologi kita dapat menjadi fugsional secara empiris,yaitu dengan cara mengkonseptualisasikannya dalam bahasa ilmu,bahasa yang obyektif,karena hanya melalui inilah kita dapat berhubungan dengan realitas objektif tanpa memandang adanya jarak yang terlalu jauh antara teologis dengan kenyataan-kenyataan historis,antara sistem nilai dengan realitas empiris. Dengan kata lain kuntowijoyo menekankan adanya proses theory construction,perumusan teori-teori ilmu,Yaitu dengan menderivasikan premis-premisnya dari konsep-kensep normatif.
Dari kesadaran normatif kekesadaran ilmiah ini kita mampu merekayasa suatu bentuk transformasi pada struktur budaya,struktur sosial,dan struktur teknik.
Teori Sosial Islam Sebagai Teori Transformasi
Perumusan teori sosial perspektif Islam dirasa kuntowijoyo sebagai
kebutuhan yang mendesak.Baginya pekerjaan ini diperlukan agar kita mampu
mengaktualisasikan iman kita pada realitas objektif,dan agar kita mampu
mewujudkan amal kita secara efektif pada kondisi-kondisi dalam
kenyatatan-kenyataan sosial baru.
Sebuah usaha perumusan teori sosial Islam disamping merujuk pada konsep-konsep normatifnnya,satu hal juga yang mutlak perlu dilakukan,yaitu bahwa kita harus memperhatikan pula kenyataan objektif dan empiris dalam suatu masyarakat. Karena membuat teori sosial Islam hanya dimungkinkan dengan kita memperhatikan gejala-gejala objektif dan empiris itu.Dengan memperhatikan serta memahami gejala-gejala tersebut kita dapat menyadari bahwa teori sosial tidaklah bersifat permanen,artinya dapat berubah sesuai kondisi sosial sebuah masyarakat begitu pula masa dari sebuah masyarakat tersebut.
Kuntowijoyo memberikan ilustrasi terkait bagaimana nilai normatif menjadi teoritis. Dalam hal ini dia menyetir sebuah hadis Rosululloh SAW.Dikatakan bahwa “kamu akan memperoleh kemenagan dan rezeki jika berpihak pada kaum yang lemah”.
Dalam kaitan ini,kita dapat merumuskan konsep “kemenangan” sebagai suatu gejala politik,sedang konsep “rezeki” sebagai gejala ekonomi. Sehingga dari hadist ini kita dapat memahami bahwa terjadinya perubahan politik dan ekonomi dapat terwujud jika kita membela kaum lemah,kaum marginal. Karena merekalah sebagai agen sejarah.
. والله الموفق إلى أقوم الطريق
* Pemakalah hanyalah meringkas dari karya Kuntowijoyo
dengan tema diatas,yang sebenarnya ini
merupakn ceramah beliau di Senat Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Islam
Indonesia 4 Juli 1988.
[1]
Seorang sejawaran terkemuka sekaligus sastrawan
dan budayan, lahir di Yogyakarta,18 September 1943.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar